Getting Caffeinated : A tale & opinion about coffee

Di tengah kondisi pandemi virus Corona ini memang alangkah baiknya untuk kita tetap tinggal #dirumahaja bila memungkinkan. Bagi yang masih perlu untuk keluar untuk bekerja, semoga tetap dalam lindunganNya Tuhan, ya!

Bagaimana bila saat ini kita bersantai sejenak?
Seperti contoh, kita dapat membaca bacaan yang ringan untuk menghibur diri dari penatnya membaca berita tentang penyebaran virus hingga pembaharuan berita terkini jumlah pasien akibat virus itu.
Oh jangan lupa juga, kita butuh teman untuk membaca.
Secangkir kopi yang masih hangat dan beraroma kuat sepertinya dapat menjadi teman yang menyenangkan.

Mari kita membaca sambil mengenal kawan dari berbagai jenis kudapan yang satu ini.


nylon coffee roasters best cafe singapore
Kopi hitam, salah satu kopi yang sangat digemari oleh penikmat kopi 


Semenjak tahun 2014 atau 2015), dunia kopi mulai merambah dan menjajaki dunia agribisnis serta kuliner dengan perlahan dan mantap. Semula orang-orang yang tak peduli dengan kopi yang ia minum, kini mulai berganti budaya. Tak hanya mengurus masalah substansi percakapan antar lawan bicaranya, mereka pun mulai memilah milih jenis kopi apa yang mereka minum, dengan menggunakan biji kopi yang berasal dari daerah mana, arabika atau robusta, dan lain-lain lagi. Pastinya, mengenai serba serbi kopi.

Karena tingginya minat masyarakat khususnya kalangan remaja yang memiliki rasa keingintahuan yang cukup tinggi, maka banyak kedai kopi mulai menjajaki tiap kota. Bahkan tak jarang di beberapa wilayah di perkotaan terdapat beberapa coffee shop pada jarak yang cukup berdekatan, yang dulunya hanya terjadi di beberapa kota seperti Aceh dan beberapa wilayah lain di Indonesia yang memang masyarakatnya terkenal rutin mengonsumsi kopi setiap harinya tak kenal gender atau usia.

Tak jarang banyak orang yang mengaitkan meningkatnya budaya ngopi ini dengan kemunculan film "Filosofi Kopi" yang berkisah tentang dua orang yang memiliki kedai kopi bernama "Filosofi Kopi" yang hingga kini benar-benar beroperasi di Melawai, Blok M, Jakarta Selatan. Semenjak itu, banyak orang mulai mengetahui bahwa tiap kopi tidaklah sama dan proses kopi dimulai dari penanaman hingga dapat disajikan sebagai teman untuk mengawali aktivitas kita pun tidak semudah yang kita bayangkan.


 In frame: Ngopi dan ragam aktivitas yang dapat dilakukan selama mengonsumsi kopi di cafe atau kedai kopi

Di banyak wilayah, khususnya di area perkotaan, mencari kedai kopi kini sudah sangat mudah. Bahkan di beberapa wilayah tak jarang terdapat beberapa coffee shop yang terpisah hanya beberapa meter. Kemungkinan penyebab maraknya kedai kopi saat ini adalah karena adanya pergeseran trend pada kopi. Semula, kopi hanya dinikmati oleh beberapa kalangan. Tetapi saat ini, kopi adalah kebutuhan banyak orang. Mulai dari minuman yang dikonsumsi ketika berbincang dengan teman, menemani aktivitas di kantor, hingga teman untuk mengerjakan tugas-tugas tertentu.

Namun, bagaimana munculnya kopi yang sampai saat ini menjadi minuman favorit banyak orang ini?

Mengapa Kopi Ada?

Bermula pada abad ke-15, dimana pada saat itu tumbuhan kopi yang belum didomestikasi (masih liar dan belum diadopsi di lingkungan manusia lalu teradaptasi) ditemukan di negara Ethiopia, negara yang dikenal dengan kopi sebagai komoditas ekspor utamanya. Lalu seorang murid Sufi dari negara Yaman mengetahui bahwa bagian dari kopi dapat dimanfaatkan untuk diminum saat ia . Sehingga hal ini menyebar ke berbagai negara di dunia karena dikenalkan dari satu ke yang lainnya. Termasuk ke benua Amerika dan Asia.

Namun sebelum kejadian tersebut, tanaman kopi belum dimanfaatkan oleh manusia. Hingga seorang sufi bernama Abu Al-Hasan Al-Shadili melihat seekor burung yang memakan buah kopi dan burung tersebut menjadi lebih bertenaga setelah memakan buah tersebut. Lalu ia pun mencobanya dengan cara memasukan buah kopi ke dalam air. Setelahnya, ia merasa letihnya hilang.

Pendapat mengenai asal usul tanaman ini dinamakan "kopi" pun tumbuh dari berbagai pendapat yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa tadi. Pendapat paling kuat adalah kata "kopi" muncul dari bahasa arab qahwa yang terhubung dengan kata qaha yang berarti "penunda lapar" dan quwwa yang memiliki arti "kuat". Namun setelah dianalisis pada tahun 1986, qahwa memiliki arti lain yaitu "yang gelap" berkaitan dengan kata khamr yang berarti "yang memabukkan". Memang, minuman kopi tidak memiliki kandungan alkohol. Hanya saja, warnanya yang gelap seolah-olah terlihat seperti minuman-minuman yang memabukkan sehingga kopi dianggap "berkerabat" dengan jenis minuman beralkohol seperti wine.

Ngopi yang semakin membumi

Terhitung lima sampai enam tahun yang lalu, industri kopi semakin merambah di dunia kuliner dan agribisnis. Tak mengherankan, karena diikuti pula dengan meningkatnya konsumsi kopi di Indonesia. Dilansir oleh media bisnis dan ekonomi Bloomberg, Departemen Pertanian Amerika Serikat mencatat bahwa grafik konsumsi kopi di Indonesia cenderung melonjak sejak tahun 2019 hingga 2020 dengan selisih sebanyak 2,5 juta karung atau setara dengan 150 ribu ton. Bagaimana angka fantastis ini muncul?

Sejak setengah dekade kebelakang, gaya hidup di area perkotaan mengalami perubahan. Kopi tidak lagi hanya sebagai minuman untuk kalangan paruh baya, kopi juga menjadi remaja yang berusia belasan hingga dua puluh tahun untuk menemani mereka dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Seperti mengerjakan tugas, berbincang dengan teman, rapat, hingga sekadar membaca buku. rutinitas ini muncul karena kebutuhan orang-orang akan booster yang dapat memaksimalkan kinerja mereka. Kafein memang membantu orang lebih terjaga dari kantuk sehingga mereka dapat tetap beraktivitas lebih lama lagi.

Faktor lain yang tak kalah kuat dalam memengaruhi antusias banyak orang untuk ngopi. Seperti yang sudah disinggung di awal tulisan ini, yaitu media. Film dan novel "Filosofi Kopi" diyakini sebagai salah satu pendorong laju konsumsi kopi di banyak wilayah Indonesia. Seperti yang dimuat dalam artikel ilmiah oleh Farokhah dan Wardhana yaitu:
"Sebuah budaya dapat terbentuk karena pengaruh-pengaruh yang datang dari luar memengaruhi komunitas lokal dan mereka dapat menerima itu sebagai budaya baru."
Sebetulnya, budaya ngopi sudah lama melekat di Jawa semenjak VOC, korporasi perdagangan Belanda mulai gulung tikar. Kopi yang semula hanya dapat dinikmati oleh kalangan tertentu menjadi semakin merakyat karena harganya yang semakin merosot dari sebelumnya. Dari situ dimulailah kopi sebagai minuman harian masyarakat lokal termasuk sebagai minuman untuk menemani segala aktivitas. Lalu didukung dengan tren metode pengolahan kopi selain dari kopi tubruk atau kopi lokal lainnya yang menggairahkan keingintahuan banyak orang terhadap serba-serbi kopi dan membuat kopi semakin melanglang buana baik di lingkungan domestik dan internasional.


Olah Kopi, Olah Rasa

Beragam jenis metode pengolahan kopi semakin banyak dikenal oleh publik. Seperti filtered coffee atau kopi tanpa ampas yang menggunakan alat dripper untuk mengekstrak kopi hingga kopi berbasis espresso yang sebenarnya sudah lama ada namun tidak di banyak cafe seperti sekarang ini, baik dengan menggunakan alat manual hingga menggunakan mesin yang harganya berkisar jutaan hingga ratusan juta rupiah. Dengan banyaknya metode pengolahan kopi tersebut, tidak sedikit pula banyak yang penasaran dengan rasa kopi yang dihasilkan dari setiap jenisnya.

Tidak hanya bergantung pada metode pengolahannya, rasa kopi ditentukan dari biji kopi yang akan diolah beserta variabel-variabelnya. Mulai dari jenisnya, varietasnya, hingga proses pasca panennya akan memengaruhi rasa kopi itu sendiri. Umumnya ini terjadi pada kopi jenis arabika yang rasanya cenderung lebih bervariasi dibandingkan dengan kopi robusta. Ragam rasa kopi yang umumnya dijajakan di kedai kopi berkisar dari rasa buah-buahan, hingga rasa coklat atau karamel. Tentu saja itu semua tanpa ada perasa tambahan karena murni dihasilkan dari kopi itu sendiri.

Tidak kalah dengan kopi yang sedang melambung naik namanya saat ini, di berbagai wilayah pun memiliki metode olahan kopi tersendiri. Seperti kopi tarik yang tersohor akan citarasanya di Semenanjung Sumatera, kopi talua dari sumatera barat, hingga kopi joss yang ada di yogyakarta. Masing-masing kopi tersebut sudah memiliki penikmatnya sendiri karena adanya kecocokan antara keduanya. 



"Kopi Joss" dari Yogyakarta
"Kopi Talua" dari Sumatera Barat
Kopi Tarik dari Aceh
















Kopi saat ini?

Dapat dilihat jika sebenarnya kopi menjadi salah satu peluang bisnis yang cukup dilirik oleh banyak kalangan saat ini. Saking menjamurnya banyak kedai kopi, setiap kedai kopi menawarkan keunikan dan kekhasannya masing-masing yang pastinya bertujuan untuk menarik perhatian konsumen. Tak hanya itu, bekerja di kedai kopi pun menjadi salah satu daya tarik saat ini. Khususnya bagi mereka yang ingin bekerja sambil kuliah.

Kopi saat ini tidak lepas dari hajat hidup banyak orang. Mulai dari para petani kopi, para pengolah/penyangrai biji kopi, semua elemen di kedai kopi, hingga para penikmat kopi yang menganggap bahwa kopi tak hanya sebagai minuman penghilang kantuk semata. Lebih dari itu, kopi seperti media untuk memulai atau menghubungkan banyak hal seperti sosial, politik, pendidikan, hingga seni.

Terlepas dari meningkatnya tren ngopi, memang kita tak bisa mengaburkan adanya pro dan kontra tentang kopi dan budaya ngopi. Mulai dari kesehatan, ekonomi, bahkan preferensi personal. Tapi yang perlu kita ketahui bersama adalah kopi menjadi salah satu potensi penguat ekonomi lokal hingga nasional. Selagi penikmat kopi masih ada, maka kopi akan selalu tumbuh subur di dataran rendah hingga tinggi, serta wangi khas dari kopi akan selalu bisa kita hirup sebagai pembuka pagi dan penutup malam.


Referensi:

Farokhah, F.A.& Wardhana, A.P.S. (2017). Cafe versus Warkop (Warung Kopi): The Hegemony of Coffee Culture as Trans-Cultural Encounters in Dewi Lestari's Filosofi Kopi, Proceedings Literary Studies Conference 2017 (pp. 40 - 44). Yogyakarta, Indonesia, Univeritas Sanata Dharma.

Kaye, A. S. (1986). The Etymology of “Coffee”: The Dark Brew. Journal of the American Oriental Society. 106(3): 557-558.

Rusmana & Dahrul. (2019, 28 Agustus). Indonesian Millenial's Coffee Craze May Spur Record Consumption. Bloomberg, diakses dari https://www.bloomberg.com/news/articles/2019-08-28/indonesian-millennials-coffee-craze-may-spur-record-consumption

Weinberg, B.A. & Bealer, B.K. (2001). The World of Caffeine: The Science & Culture of The World's  Most Popular Drug. London: Psychology Press

Sumber Gambar/Foto:

https://sethlui.com/best-cafes-singapore-amazing-coffee/

https://travel.tempo.co/read/1167643/kopi-joss-minuman-berdesis-dari-arang-yang-membara/full&view=ok

https://rasakopi.com/kopi-talua-minangkabau/

https://www.pinterest.at/amp/pin/282530576594257586/


Comments

Popular Posts