Memang sudah benar atau (hanya) merasa benar?

Preambule

Percaya atau tidak, kalau Allah SWT itu mengekang hambaNya sampai pada waktu yang tak terhingga?
Setiap detik, setiap menit, hingga setiap tahun yang kita lewati sampai saat ini, kita dikekang olehNya. Bahkan hingga perjalanan kita sudah usai di dalam BumiNya.

Coba, pikirkan betul atau tidaknya sembari membaca tulisan liar ini.

Hubungan kita sebagai manusia sangat dinamis. Seperti bagaimana kita mengatur pendekatan kita kepada setiap orang yang berbeda karakternya, bagaimana cara kita memulai, menjaga, hingga mengakhiri relasi kita dengan seseorang atau beberapa orang. Seperti antar manusia, Kita dan Tuhan pun punya relasi yang cukup dinamis.  Tetapi, bedanya adalah Tuhan selalu stabil dengan kebaikanNya, sedangkan kebaikan kita kepada Tuhan terlalu fluktuatif, sakarep'e dewe.

Terkadang kita baik, dengan selalu siap sedia ketika dipanggil untuk bertemu dengan Tuhan lewat Adzan yang bersahut-sahutan di setiap Masjid sekitar. Namun, terkadang secara tidak sadar kita lupa kalau Dia lah Tuhan kita. Memprioritaskan agenda lain dibanding sholat untuk menemui Nya pun telah menunjukkan bahwa kita lupa bahwa ada hubungan kita dengan Tuhan yang perlu kita bina. Bentuk lain dari melupakan adanya Tuhan adalah, secara langsung atau tidak langsung kita tidak percaya dengan kuasaNya Tuhan.

Contohnya seperti apa?

Kita selalu menganggap bahwa keputusan kita yang terbaik. Kita memaksakan untuk berjodoh dengan seseorang pun tanda tidak yakinnya kita dengan Tuhan. Entah dalam bentuk apapun. Bisa dalam bentuk mengekang pasangan, atau yang lainnya.

Kita sudah bertanya
"Besok bisa makan apa engga?"
"Apa besok kita dapat penghasilan atau engga?"
Lagi-lagi, itupun sudah meremehkan Tuhan. Seolah-olah Tuhan lupa kalau Dia punya kamu, hambaNya yang Dia sayangi.

Intinya? Tiap dari kita selalu saja tersesat pada suatu waktu, tempat, ataupun kondisi.

Acapkali kita selalu merasa hubungan kita dengan Tuhan sudah cukup baik. Kita rutin beribadah saja sudah cukup. Tak perlu banyak improvisasi baik dari segi kualitas ataupun kuantitas. Bersilaturahmi dengan Tuhan secukupnya saja. Kau pikir silaturahmi denganNya itu seperti menabur garam di masakan?

Iman, bukan sekadar kepercayaan saja. Namun lebih dari itu. Iman adalah jembatan kita dengan Tuhan dalam bentuk "yakin".  Manusia, memiliki batas pengetahuan dan beberapa (atau banyak) titik buta yang biasa kita kenal dengan istilah blind spot. Keterbatasan kita untuk mengetahui siapakah Tuhan, bagaimana Tuhan muncul, dan pertanyaan lainnya yang tidak mampu kita jawab. Dengan Yakin, satu per satu akan terjawab.

Saya yakin, Tuhan tahu betul akan setiap seluk beluk kita sebagai manusia, ciptaanNya yang unik nan kompleks. Tuhan tahu betul setiap dari kita berpotensi untuk tersasar dan menyimpang dalam menjalani hubungan denganNya pasca kita keluar dari rahim ibu kita masing-masing dan setelah kita berjumpalitan hidup di dunia ini. Oleh karenanya, Ia kekang kita agar menjadi makhluk yang dependen kepada Nya.

"Ihdinash shiratal mustaqiim"

Tunjukkanlah kami jalan yang lurus. Ucapan yang selama ini kita, sebagai muslim dan muslimah ucapkan setidaknya 17 kali dalam satu hari. Ucapan ini sudah membuktikan bahwa Tuhan mengetahui betul bahwa tiap dari kita tidak jarang melakukan kesalahan. Berpotensi lemah dan tersesat di setiap waktu. Wajarlah jika kita perlu untuk selalu meminta agar ditunjukkan jalan yang lurus olehNya. Karena, setiap dari kita masih memiliki titik buta atas definisi "baik" dan "benar" yang otentik versi Tuhan. Bukan versi kita, sosiolog, psikolog, atau siapapun kita.

sumber: https://www.wallpaperup.com/624896/Moon_Path-wallpaper-10362445.html

Dari ayat ini pun setiap dari kita kembali diingatkan bahwa bisa jadi selama ini ada hal yang keliru yang telah kita lakukan atau rutin kita lakukan. Apapun itu. Bisa jadi ada kekeliruan kita dalam beribadah kepada Nya, ada kekeliruan kita dalam beriman kepada Nya, atau ada kekeliruan kita dalam menjalani hubungan dengan orang lain. Baik keluarga, saudara, kolega, guru, murid, dan lain sebagainya. Karena, kita belum bisa menemukan definisi "benar" dan "baik" yang absolut.

Kalau memang sudah benar, berarti kita tidak perlu berdo'a seperti itu kan? Karena sudah benar. Jadi kita tidak membaca ayat itu ketika sedang sholat. Tinggal jabarkan saja itu definisi benar dan baik versi Tuhan yang kau ketahui.

Jadi, apakah kita sudah benar?
atau.......
hanya merasa benar?

Kalau Saya, belum benar. Karena Saya tahu saya punya batasan atas segala sisi. Maka dari itu, Saya memang bergantung pada Tuhanku, Allah Subhanahu Wata'ala , seraya selalu berdo'a kepadaNya..

"Tunjukkanlah kepadaku jalan yang lurus"

Iya, lurus menurutMu. Karena Engkau lah Dzat Yang Maha Mengetahui atas segala sesuatu dan pemegang segala definisi yang absolut serta objektif. 

Comments

Popular Posts