Menuju Terang: sebuah kontemplasi selama pemutusan arus listrik

Sebagian dari tulisan ini dibuat dalam keadaan gelap mengelilingi ruangan tempat saya menulis ini. Gelap ini disebabkan karena pemutusan arus listrik. Lalu, bagaimana saya dapat menulis tulisan ini?

Beruntungnya, Saya masih dapat memanfaatkan seberkas cahaya dari lampu senter yang sedang saya kenakan di kepala. Setidaknya sampai arus listrik kembali mengalir ke dalam rangkaian listrik di rumah saya. Namun tetap saja, cahaya ini masih mudah dikalahkan oleh gelap yang sedari awal telah mendominasi di dalam ruangan ini ketika lampu utama ruangan ini harus beristirahat sejenak walau Saya tidak menghendakinya.




Dalam konteks lainnya, gelap dapat dikatakan sebagai ketiadaan suatu hal yang dapat membantu menutupi atau mematikan yang lainnya. Sebagaimana terang yang dihasilkan oleh cahaya dapat menutupi sebagian atau seluruh kegelapan. Saat ini, yang Saya lihat adalah adanya beberapa kegelapan pada beberapa hal di sekitar saya.

Banyak hal yang semula baik dan eksistensinya diwujudkan dalam wujud "terang". Seiring berjalannya waktu, seiring banyaknya kepala dan mulut yang masuk lewat berbagai pintu, kini wujud "terang" itu pun mau tak mau harus meredup. Seperti contoh, bagaimana saat ini orang-orang menyikapi perbedaan. Perbedaan yang saya maksud saat ini bukan hanya sekadar perbedaan keyakinan untuk beragama saja, tapi perbedaan dalam banyak hal. Lihatlah mereka yang berbeda dalam pandangan politik, menjalankan negara, perbedaan dalam menjalankan suatu perusahaan. Tak hanya itu, jika kita melihat dalam lingkup yang lebih kecil lagi, perihal perbedaan selera genre musik, perbedaan dalam mendukung tim sepakbola domestik atau internasional, hingga perbedaan mengenai selera cara menikmati seporsi bubur ayam. Memulai konflik dengan cara menyikapi perbedaan secara reaktif.

Tak sadar, sebenarnya kita sedang berlomba-lomba untuk meredupkan suatu "terang" yang baik. Ya, di saat kita bersikap agresif dalam merespon adanya perbedaan dalam lingkungan sosial, secara simultan kita sedang mencoba meredupkan indahnya menerima, menghargai, dan bertoleransi. Bahkan, "Bhinneka Tunggal Ika" pun akan memudar nilainya. Yang tersisa darinya hanyalah nilai estetikanya saja karena masih dicengkram oleh garuda yang menggantung di dinding-dinding ruang perkantoran yang tak ubahnya hanya penghias interior saja. Sedangkan karyawannya sedang sibuk bergunjing karena adanya perbedaan perspektif mereka dengan karyawan magang yang juga masih disibukkan dengan urusan perkuliahannya.

Sudah mengerti apa yang sedang saya pikirkan?

Lucu. Itu komentar saya melihat adanya mereka-mereka yang lebay dengan merespon adanya perbedaan ini. Betul saja apa yang dikatakan oleh Mark Manson, seorang penulis yang sedang naik daun lewat bukunya yang bertajuk "a Subtle Art of not giving f*ck". Lewat laman blognya, ia mengatakan:

"This is a tricky business because you’re no longer dealing with institutions—you’re
dealing with people’s perceptions and people’s brains. You have to confront belief
systems and irrational assumptions and force people to unlearn things that they’ve
“known” for decades. It’s a really, really hard thing to face."
Kita, terlebih saya, acapkali dihadapkan oleh banyaknya persoalan-persoalan yang rumit karena pikiran setiap manusia yang terlalu over kompleks. Dalam satu konteks tertentu, perbedaan yang muncul bisa sangat banyak. Satu kalimat bisa memunculkan ragam persepsi, Satu karya seni dapat menjadi multi-tafsir karena adanya perbedaan sudut pandang.  Sayangnya, sekarang ini perbedaan menjadi salah satu kausal dari adanya mikro hingga makro konflik yang umum dihidangkan di kehidupan sosial kita. Betul?

Banyak yang seringkali lupa ataupun belum menyadari bahwa solusi merupakan kawan lamanya masalah. Tak jarang, mereka dapat berjalan beriringan atau sama-sama melangkah untuk membunuh jarak antara satu sama lainnya. Dari sinilah, Saya mencoba untuk berorientasi pada penemuan solusi setelah menjabarkan masalah yang ada.

Gelap muncul akibat ketiadaan cahaya atau rendahnya intensitas cahaya. Berarti, diperlukan upaya untuk menemukan cara agar cahaya dapat muncul dari media-media tertentu. Baik melalui lilin, senter, lampu petromaks, atau menggunakan genset  sebagai substitusi dari sumber arus listrik yang sedang padam. Begitupun dengan redupnya perdamaian akibat over reaktif dengan adanya perbedaan.

Sesuai dengan kapasitas saya, yang dapat saya usulkan untuk mulai mencari alternatif media sumber cahaya dengan melakukan beberapa hal ini:

1. Berkenalan dengan perbedaan tersebut
   Jikalau kita mulai nyaman dan menjadikan suatu hal sebagai patokan kita, tak jarang hal yang kontras dengan hal yang kita sukai itu muncul di hadapan kita sendiri. Kita suka bersih, dihadapkan dengan teman satu kamar kost yang selalu berantakan kamarnya. Cukup kita ajak bicara, berkenalan satu sama lain, makin mengenali dan memahami. Saya yakin, di antara keduanya akan mulai untuk menyesuaikan diri satu sama lain. Kalau tidak percaya, coba sendiri. Semoga berhasil.

2. Mencoba perbedaan tersebut
    Selama perbedaan tersebut bukan suatu hal yang bertentangan dengan ideologi diri sendiri seperti agama atau prinsip hidup, Saya rasa tak ada salahnya bila kita mencoba perbedaan tersebut selepas kita berkenalan dengannya dan menimbulkan asumsi baru dan pertanyaan-pertanyaan lanjutan. Jika kita selama ini menyukai kopi, kenapa tak sesekali kita mencoba minuman selain kopi yang umum dipesan oleh pelanggan di cafe langganan kita?

3. Mulai berpikir
    Jangan sia-siakan otakmu kalau masih tertanam di tempurung kepalamu sendiri. Pakailah untuk berpikir. Bukan hanya untuk merespon rangsangan yang datang dari panca indera saja. Jika sudah cukup mengenali hal yang berbeda itu (walaupun hanya mengetahui teori-teorinya saja), cobalah berpikir tentang:

- Apakah perbedaan ini dapat membuat kondisi diri sendiri dan lingkungan sekitar semakin membaik dari kondisi sebelumnya?

-Apakah kehadirannya justru memparah kondisi diri sendiri dan lingkungan di sekitar? Jika "iya" adalah jawabannya, maka seberapa buruk kah perbedaan tersebut dapat mempengaruhi dan memperkeruh kondisi diri sendiri dan lingkungan sekitarmu?

-Jika perlu dilakukan sebuah tindakan untuk mencegah dampak buruk dari munculnya perbedaan ini, tindakan apa yang perlu dilakukan?
(Ingat, tindakan yang perlu dilakukan bukan berarti muncul karena pikiran kita yang memunculkan ide itu dengan seenaknya. Melainkan karena adanya hasil analisis, dan berbagai pertimbangan yang sudah dipikirkan sebelumnya)

-Pendekatan dan strategi seperti apa yang dilakukan untuk merealisasikan tindakan ini?
Kalau tindakan yang perlu dilakukan adalah menetralkan munculnya perbedaan yang memperburuk diri sendiri itu adalah dengan cara menghentikannya (terminasi), lalu bagaimana cara agar berhasil menghentikannya itu yang perlu dipikirkan sebelum dieksekusi. Entah ingin melegitimasi perbedaan tersebut dengan kapasitas tertentu dari diri sendiri, atau dengan cara yang lainnya. Seperti yang dikatakan oleh Mark Manson, perlu trik untuk berhadapan dengan pemikiran manusia.

-Jika memang berdampak baik, atau setidaknya tidak timbul dampak buruk di dalamnya, maka bagaimana caranya agar tetap kondisinya tetap terus terjaga seperti itu? Apa yang kita perlu lakukan, dan apa yang mereka perlu lakukan?


Setidaknya beberapa hal di atas merupakan alternatif cara agar damai yang mulai meredup di sekitar kita, apalagi di sekitar saya mulai kembali terang.

Meributkan dan membuat kompleks hal yang memang sudah indah dan sempurna dengan kesederhanaannya menjadi salah satu lelucon yang terjadi saat ini. Seperti jika sudah melihat istana pasir yang cantik lalu dengan sengaja tanpa ada perasaan bersalah dihancurkan begitu saja. Hal-hal seperti inilah yang menjadi salah satu penyebab dari lahirnya diskriminasi, restriksi, provokasi, atau bahasa-bahasa lainnya yang juga kerabat dari represifitas.

Saya rasa jarang sekali ada yang betah dengan kegelapan. Entah karena alasan klenik, ataupun karena tidak suka dengan bisingnya nyamuk yang juga siap menusuk permukaan kulit kita. Ya kecuali anda sudah terlelap tidur, atau anda adalah seorang prajurit yang sedang dalam misi penyerbuan dan dilarang untuk diketahui keberadaannya oleh musuh ketika anda berada di tempat yang gelap untuk melindungi diri. Maka, cobalah untuk berupaya agar ruangmu tak selalu dihiasi oleh gelap yang mencekam, melainkan oleh terang yang riang.

Menata kembali diri sendiri,
Kuatkan diri sendiri,
lalu memulai untuk mengajak yang lainnya untuk bergerak mencari cara untuk melawan kegelapan,
hingga menuju terang.

See you, at the line of the victory.

Andi Ilham Razak

Comments

Popular Posts