Males baca nih (Last Part)

Percayalah, saya merasakan betul rasanya tertatih membaca buku
Membaca buku layaknya seperti paksaan
Alih-alih semakin pintar, justru semakin pudar
Pudar karena merasa ini semua tidak ada gunanya.

Namun kondisi saat ini semakin cerah, bung
Tiap halamannya terasa nikmat untuk dilumat
Meningkatkan imajinasi
Menjelajah tiap isi kepala yang sedang bersuara lewat suara


Keranjingan 

Syahdan, setelah beberapa lama berkutat dengan mengatasi hal remeh yaitu "membiasakan diri membaca buku", kali ini mulai membiasakan diri layaknya kawan-kawan yang membaca buku. Seperti mulai membawa buku (minimal satu buku) ke manapun saya pergi dan membacanya ketika sedang lowong dari berbagai aktivitas yang menyita diri. Mulai dari kuliah, hingga menjalani rutinitas sebagai pengajar biologi dan bahasa inggris di beberapa tempat. Ya setidaknya sekarang tingkat produktivitas meningkat nol koma sekian persen dengan mulai mencicil membaca buku satu per satu.

Sekarang ini sudah tidak asing dengan kegiatan membaca buku. Karena beberapa buku mulai tamat satu per satu dibaca. Mengingat diri ini sudah menemukan genrenya sendiri di dalam dunia literasi ini. Yaitu self-development yang sangat membantu mengoreksi diri sendiri dan meningkatkan kecakapan diri. Ah, alangkah senangnya jika melihat proses diri sendiri. Mulai memukul mundur setiap kelemahan secara bertahap, dan mengangkat kelebihan dan potensi walaupun tidak secara instan.

Semenjak sudah mengenal approach yang tepat agar betah membaca buku, kini saya mulai mengalami keranjingan buku. Tepatnya bermula pada Islamic Book Fair (IBF) pada tahun 2018 di Senayan, bagian pusat ibukota. Ya, pada saat itu pun memang saya sudah kerja walaupun gaji belum seberapa, tapi cukup untuk memenuhi kebutuhan dan sedikit keinginan yang tidak mewah.

Di kegiatan pameran buku itu, saya ditemani oleh beberapa kawan kampus yang setidaknya ingin datang walaupun hanya sekadar untuk window shopping, melihat beberapa buku beserta harganya yang tidak menutup kemungkinan dapat dibeli pada waktu yang mendatang. Tapi tidak dengan saya. Seorang amatir yang bertekad untuk mulai "berkorban" dengan memiliki buku sendiri. Tak lagi meminjam ataupun mengunduh buku digital gratis.

"Tapi beli buku apa ya? Masa iya pengembangan diri (lagi)?"

Karena saya sangat menikmati materi sejarah islam termasuk sejarah nabi ketika dibahas di pengajian saya, maka saya berinisiatif untuk mencari buku "Sirah Nabawiyah". Tak lupa, saya berkonsultasi kepada teman yang mampu merekomendasikan buku mana yang lebih baik saya beli. Yup, akhirnya terbeli dengan harga diskon. Lalu, kembali melancong mencari buku-buku lainnya.

"Buku apa lagi ya? Masih ada lah jatah untuk beli buku"

Akhirnya kembali membeli beberapa buku seperti "Teach like Finland" karya Timothy Walker, "Saksikanlah bahwa aku seorang Muslim" dari Ustadz Salim A. Fillah, hingga buku yang dapat saya katakan sebagai "Kitab" selain dari buku 'Sirah Nabawiyah'. Yaitu buku biografi Khalid ibn Al-Walid RA. Karena merasa kerasan dengan bekerja di organisasi yang harus berjibaku dengan banyaknya pekerjaan yang perlu banyaknya strategi. Barangkali, dengan memahami pola pikir beliau, kemampuan saya dalam hal strategic management dapat berkembang dengan membaca biografi seorang panglima perang yang dikenal selalu berhasil. Bahkan mampu memukul mundur pasukan Rasulullah SAW ketika beliau belum memeluk agama Islam.

Lambat laun, setiap saya mendapatkan insentif bulanan dari pekerjaan saya, saya selalu menyempatkan diri untuk singgah ke toko buku. Sekadar melihat-lihat hingga membeli buku merupakan rutinitas awal bulan yang mulai berjalan di tahun 2018.

Pada akhirnya, saya merasakan bahwa saya mempunyai point of view baru yang berkaitan dengan buku. Yaitu menjadikan kegiatan beli buku sebagai apresiasi terhadap diri sendiri dan sebagai pencapaian atas hasil kerja selama satu bulan (Apalagi jika terhitung lumayan banyak). Oleh karena itu, koleksi buku semakin bertambah menghiasi rak buku yang tiap bagian alasnya sudah mulai membengkok karena beratnya buku-buku yang harus ditopang agar tetap berjajar rapi.

Ya, di sinilah tantangan baru muncul.

Menamatkan semua buku bacaan yang belum terbaca agar tidak hanya terpampang dan secara tidak sengaja menjadi media pencitraan diri yang suatu saat mampu menjatuhkan diri sendiri. Benar, karena saking banyaknya buku yang belum mampu dijamah.

Membakar buku adalah sebuah kejahatanTetapi ada yang lebih jahat dari membakar bukuYaitu tidak membaca buku
-Joseph Brodsky

A Whole New Level. Bukan A Whole New World

Sungguh munafik bila saya katakan bahwa saya tidak pernah kembali dilanda kemalasan yang teramat berat untuk membaca. Apalagi seorang yang masih mudah goyah seperti saya ini. Acapkali dirundung rasa malas untuk membaca. Karena bosan, dan rasa kantuk masih sering menghampiri di sela-sela waktu ketika sedang membaca buku.

Jadi, benar bila Guru saya mengatakan bahwa "Yang berat bukanlah memulai atau meningkatkan. Tetapi menjadi istiqomah dalam segala kebaikan". Seringkali kita mampu meningkatkan pencapaian, tetapi tak jarang pula menurun secara drastis. Fluktuatif, bahasa sederhananya. Belum bisa stabil dan menghasilkan sebuah grafik yang apik untuk dilihat.

Ini adalah level baru untuk saya. Saya bersyukur karena sudah melewati semua ini dan dihadapkan pada tantangan baru. Mengatasi kemalasan yang sejenak melanda, dan meningkatkan produktivitas. Karena ada benarnya juga bila muncul pertanyaan seperti ini...

"Jika sudah mulai membaca buku, then what's next?"

Ya. Mulai berfikir untuk membuat rencana yang berisi tahapan-tahapan hal yang perlu atau dapat dilakukan dengan membaca. Karena seperti dengan ekonomi, dunia literasi pun memiliki jenjangnya sendiri. Perilaku konsumtif pada buku, harus perlahan-lahan diiringi dengan sebuah produktivitas yang mampu menambah self-value secara konkret. Untuk keperluan personality branding dan self-motivation tentunya.

Time to Create, Produce and Share

Segala sesuatu yang ada di buku menjadi kumpulan informasi yang akan sangat baik bila disintesis menjadi sebuah karya dalam bentuk baru dan pada akhirnya dibagikan kepada orang-orang sehingga dapat dimanfaatkan oleh setiap orang.

Terlalu naif? Biarlah. Urusi saja mimpi dan idealismemu sendiri. Yang jelas, saya telah memiliki keduanya dan bangga atas hal tersebut.|

Sintesis. Tingkatan kognitif yang tertinggi pada hierarki taksonomi bloom yang bermakna "membuat sesuatu berdasarkan informasi yang diketahui, dipahami, dan telah dianalisis sebelumnya". Saya rasa, saya pun perlu "mensintesis" semua informasi atau value yang saya dapatkan dari membaca ini. Konsumerisme membuat saya terlihat kerdil di hadapan diri sendiri dan banyak orang. Kalau yang lain bisa, kenapa kita tidak mencoba? Betul kan?

Sama seperti dengan proses saya untuk mulai membaca buku hingga scientific journal, saya mulai semua perjalanan ini dimulai dengan hal-hal yang kecil. Dimulai dengan membiasakan diri membaca broadcasted message, hingga selebaran bacaan buletin jum'at yang tak jarang saya baca sekembali saya dari sholat jum'at. Lalu, menulis pun saya memulainya dengan menulis di sini, anatomiakal.blogspot.com sebagai  batu loncatan dalam proses kepenulisan ini.

Literasi dan Produktivitas

Saat ini, yang sedang saya lakukan adalah membaca, menulis, dan ngobrol. Bukan diskusi. Karena dengan obrolan yang tidak memiliki batasan, tidak jarang saya dapat menelisik sudut pandang orang terhadap suatu permasalahan, kontroversi, hingga kondisi sosial yang terjadi di sekitarnya. Memang, mengobrol itu akan mengasyikkan bila telah terbiasa. Tentu dengan membaca sebagai salah satu modalnya. Tak hanya sekadar pengalaman yang pernah dilalui sebelumnya.

Untuk meningkatkan motivasi dalam membaca, saya selalu merekap buku yang telah saya baca dan yang ingin saya baca lewat platform goodreads. Media sosial mengenai buku. Sangat dipersilakan untuk teman-teman yang ingin mengunjungi laman goodreads saya pada tautan https://www.goodreads.com/situpaiterbang . Hitung-hitung dapat dijadikan sebagai online bookmark pada setiap buku jika tak jarang penanda buku kita sering jatuh dan kita lupa pada halaman berapa terakhir kali kita baca buku tersebut.

Selanjutnya, diiringi dengan mulai menulis via blog , saya berencana untuk menulis opini terhadap isu-isu tertentu dan membagikan pengalaman/pengetahuan yang saya ketahui lewat membaca ataupun mengobrol dengan banyak orang.

Sekian seri blog dari "Males baca nih". Semoga yang menulis tulisan ini serta yang membacanya tidak selalu dirundung dengan malas membaca. Till next time, till we meet in our victory.


Comments

Popular Posts