Pulang dan Pergi

Pergi dulu baru pulang, 

atau....

Pulang dulu baru pergi?

Ah ini semua baru saja terpikirkan karena baru menyelesaikan serial novel "pulang" dan "pergi" karya Tere Liye, novel yang saya kira akan lebih dramatis seperti novelnya yang bertajuk "hujan" namun ternyata, di luar ekspektasi. Sangat jauh sekali bahkan. 

Beberapa potongan ceritanya memang repetitif. Selalu mengulang dua kata itu. Pulang dan pergi, yang membuat saya ikut berpikir tentang kedua kata itu. 

Pulang

Rumah, umum dijadikan sebagai destinasi untuk "pulang". Baik secara nyata, atau sebagai kiasan yang merepresentasikan ke hal lain. 


hap hap hap hap hap hap hap hap hap hap hap hap happppp


Maaf, saya lagi loading. 


Balik lagi ke pembahasan ini, ya.

Di mana rumah kita?

Mungkin akan ada yang menjawab sesuai dengan domisili atau alamatnya masing-masing.

"di Jakarta", "di Sumatera", "di Moskow", "di Blok A", dan lain sebagainya. 

Boleh jadi, ada yang menggunakan rumah untuk merujuk kepada hal lainnya. 

Akhirat misalnya. Bagi mereka yang selama ini memegang teguh keimanannya dan mengimani adanya kehidupan setelah kematian di dunia ini. 

Keluarga, bagi mereka yang sangat nyaman bila ada di sisi keluarganya. 

Oh iya, belum lama ada seorang pengunjung kedai kopi yang saya singgahi dan bercerita bahwa dia perlu seorang wanita sebagai "rumah kedua". Dia butuh dua "rumah" bahkan. 

Pelik ya? 

Adakah destinasi lain yang dapat kita gunakan selain kata "rumah" ?

Apakah rumah mutlak sebagai satu-satunya destinasi untuk melakukan aktivitas yang kita sebut sebagai "pulang" ?

Atau ada kata lain yang dapat menyaingi "rumah" sebagai kata yang dapat kita gunakan untuk destinasi utama ketika ingin "pulang" ?

Saya belum tahu "rumah" yang ideal bagi saya sendiri.

Jadi, selama ini saya belum tahu apakah saya pernah merasakan "pulang" atau tidak.

Bisa jadi, selama ini saya hanya beristirahat saja di kediaman saya saat ini yang tidak jauh lokasinya dari kantor. Tak jarang, saya pun beristirahat hingga menginap di kantor. 

Ampun, kenapa ini jadi kemana-mana ya? Maaf ya, maklum saja, ini tulisan yang mendadak ingin saya tulis ketika terpikirkan dan sedang menggunakan laptop dan tidak ada outline untuk tulisan ini. Hanya menulis sembarang saja.

Terlepas dari itu semua, apakah menurutmu pulang itu menyenangkan atau menjadi hal yang selalu kamu hindari?

Pergi

Kenapa harus pergi?

Pergi dan meninggalkan itu bermakna sama atau berbeda?

Kalaupun berbeda, apa yang membedakan?


Oh iya, kalian sudah pergi ke mana saja?

Saya seringkali melihat foto ataupun video dari teman dan kerabat yang sedang bepergian. Entah masih ada di dalam negeri ataupun di luar negeri. 

Ada yang ke tempat wisata, ada yang ke tempat yang sakral bagi agama atau etnis tertentu, bahkan ada yang ke tempat area konflik atau tempat yang terdampak bencana untuk memberikan bantuan. 

Sepertinya menyenangkan ya?

Hmm.. pergi, meninggalkan, dan kabur itu sama atau beda?

Ah kenapa selalu saja saya bertanya. Jika Nabi Khidir ada di hadapan saya, sontak dia akan memarahi saya karena terlalu banyak bertanya. 

Tapi, banyak hal lahir sebagai jawaban atas satu atau beberapa pertanyaan, bukan?

Pergi. Saya lebih tertarik untuk "pergi" dibandingkan "pulang". Walaupun jawaban terklise daru hal ini adalah 

"kita perlu untuk menyeimbangkan keduanya"

Banyak tempat yang ingin saya datangi. Baik yang ada di sekitar saya yang masih mudah untuk dijangkau, ataupun yang jauh dari tempat saya bermukim saat ini. 

Pergi memang seru ya. Apalagi kalau sudah punya sederet destinasi yang akan disambangi. Atau membiarkan diri berkelana kemanapun itu. 

Pada akhirnya...

Dari semua pikiran yang kalang kabut ini, sepertinya kesimpulannya akan mengarah ke sebuah pernyataan bahwasanya manusia memang perlu untuk menjadi dinamis. 

Tidak hanya raganya saja, tapi pikiran, ide, cita-cita, apapun itu. 

Pantas saja ada yang berkata seperti ini
"Berhati Mekkah, Berotak London"

Ya, walaupun pernyataannya sangat tidak logis. Tidak semua orang yang berada di Mekkah sebaik Rasul dan Para sahabatnya dan tidak semua orang di London seperti Churcill, Thacher, ataupun Edison. Tapi setidaknya, itu tetap diperlukan karena boleh jadi ada yang bisa kita pelajari dari kehidupan orang-orang nun jauh di sana. 

Jangan lupa untuk pulang. Kalaupun belum punya tempat untuk pulang, tentukan destinasi terbaik untuk menjadi tempat "pulang" mu. 

Sepertinya tidak lama lagi saya akan berbagi cerita tentang perjalanan. Atau mungkin, masih lama. Karena Einstein pernah bilang soal relativitas waktu. Jadi, waktu itu relatif sepertinya. Entahlah. 

Terima kasih sudah membaca sampai di bagian ini. Sampai bertemu di cerita berikutnya!


Comments

Popular Posts